Rabu, 15 Agustus 2012

Melukis Pilgubsu 2013 Pelangi Kehidupan


Oleh: Thomson Hutasoit
Direktur Eksekutif LSM Kajian Transparansi Kinerja Instansi Publik (ATRAKTIP)

Sendainya warna pelangi hanya satu maka pelangi tidak pernah dikatakan indah.

Keindahan pelangi justru terletak pada kombinasi berbagai warna di dalamnya menjadikan paduan warna-warni sangat indah terbentang di kaki langit biru.

Siapa pun pasti berdecak kagum melihat keindahan pelangi maha karya Ilahi  yang merupakan ikatan perjanjian Tuhan Yang Maha Esa dengan nabi Nuh ketika air bah melanda  serta meluluh-lantakkan seluruh kesombongan,  keserakahan, kekejian, kezoliman, kebejatan, kemungkaran, ketidakpedulian manusia di atas bumi ini.

Pelangi adalah peringatan sekaligus janji Allah terhadap manusia di atas jagat raya ini sepanjang masa. 

Sehingga ketika mata manusia tertuju pada keindahan pelangi di kaki langit biru perlu melakukan instropeksi diri atas kekeliruan menapaki perjalanan hidup diatas alam semesta. 

Sebagai peringatan, pelangi mengingatkan seluruh insan manusia di atas bumi agar segera menanggalkan egoisme, kesombongan, keserakahan, kekejian, kezoliman, kebejatan, kemungkaran, ketidakpedulian yang dilandasi ego centris serta fanatisme buta yang telah mendatangkan murka Allah terhadap dunia ini.

Sebagai perjanjian, pelangi memaklumatkan kepada seluruh manusia bahwa kelangsungan alam semesta hanya bisa dipertahankan melalui terjaminnya pelangi kehidupan atau pluralisme.

Allah Maha Pencipta melukis alam semesta di atas perbedaan, keragaman, kemajemukan atau pluralisme. 

Dan di atas perbedaan, keragaman, kemajemukan atau pluralisme itulah kesinambungan regenerasi seluruh makhluk ciptaanNya bisa terlaksana dengan baik. 

Laki-laki dan perempuan, siang dan malam, panas dan dingin, hitam dan putih, kurus dan gemuk, manis dan pahit, kuat dan lemah, pintar dan bodoh, kaya dan miskin, dan lain sebagainya dengan tujuan agar satu sama lain saling melengkapi dan saling bersinerji untuk mewujudkan kelangsungan hidup manusia di atas jagat raya ini. 

Segala perbedaan, keragaman, kemajemukan atau pluralisme adalah maha karya Tuhan Yang Maha Esa karena di atas perbedaan, keragaman, kemajemukan atau pluralisme itulah janji-janjiNya diwujudkan.

Misalnya, kelanjutan generasi manusia hanya bisa berlangsung bila seorang laki-laki  dengan seorang perempuan melakukan ikatan perkawinan. 

Laki-laki dengan perempuan tentu dua insan manusia berbeda.

Tetapi justru di atas kerjasama (perkawinan-red) dua insan manusia berbeda itulah perpanjangan generasi bisa berlanjut. 

Oleh karena itu, perbedaan, keragaman, kemajemukan atau pluralisme bukan lah malapetaka tetapi berkah hasil maha karya Ilahi yang perlu dijaga serta dirawat agar kelangsungan alam semesta bisa terjamin. 

Setiap penolakan terhadap perbedaan, keragaman, kemajemukan atau pluralisme adalah wujud nyata pembangkangan, pemberontakan terhadap konstruksi Ilahi di atas dunia ini. 

Yang menjadi pertanyaan adalah bila Tuhan Yang Maha Esa menciptakan dunia ini di atas perbedaan, keragaman, kemajemukan atau pluralisme mengapa justru ciptaanya sendiri (manusia-red) menolak, membenci, memberangus konstruksi maha karya Ilahi ?

Bukankah penolakan perbedaan, keragaman, kemajemukan atau pluralisme merupakan wujud pembangkangan, perlawanan, pemberontakan manusia terhadap penciptaan Tuhan Yang Maha Esa atas dunia ?

Apakah benar manusia layak disebut beragama, bertaqwa atau menuruti perintah Tuhan Yang Maha Esa sementara konstruksi ciptaanNya ditolak atau dilawan dengan dalil-dalil atas nama Tuhan Yang Maha Esa ? 

Bila Ilahi menciptakan dunia ini di atas perbedaan, keragaman, kemajemukan atau pluralisme maka yang menjadi pertanyaan adalah perintah tuhan, allah mana memerintahkan penghancuran konstruksi maha karya Tuhan Yang Maha Esa ?

Padahal bukti orang-orang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa adalah menuruti perintah-perintahNya serta menjauhi larangan-laranganNya. 

Segala bentuk penolakan terhadap perbedaan, keragaman, kemajemukan atau pluralisme yang notabene hasil karya cipta Tuhan Yang Maha Esa adalah perlawanan,   pembangkangan serta pemberontakan perintah Tuhan secara nyata. 

Melukis Pilgubsu dengan pena pluralisme.

Keindahan paling nyata Provinsi Sumatera Utara adalah terjaminnya harmoni kehidupan  di atas perbedaan, keragaman, kemajemukan atau pluralisme  ditengah-tengah masyarakat sehingga Provinsi Sumatera Utara menjadi miniatur Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Kerukunan masyarakat Sumatera Utara telah dijadikan percontohan ditingkat nasional maupun tingkat internasional karena mampu melukis pelangi kehidupan masyarakat dengan pena pluralisme. 

Kerukunan masyarakat Sumatera Utara menjadi modal luar biasa untuk menciptakan kondusivitas penyelenggaraan pemerintahan selama ini.

Modal luar biasa itu harus mampu dijaga, dirawat serta dilestarikan termasuk dalam penyelenggaraan Pemilihan Gubernur Sumatera Utara (Pilgubsu) 2013 akan datang. 

Karena itu, seluruh pasangan calon Gubernur Sumatera Utara (Cagubsu-red) periode 2013-2018 termasuk Tim Sukses, partai politik, pengamat harus mampu menghindarkan diri dari isu-isu sektarian-primordial agar pluralisme yang telah terbangun selama ini tidak terusik. 

Membenturkan perbedaan, keragaman, kemajemukan atau pluralisme sebagai menu-menu kampanye merupakan tindakan keliru bahkan kebodohan amat sangat tak bermartabat dan beradab. 

Sebab tindakan demikian hanya pantas dilakukan para pecundang politik yang tidak mampu berkompetisi sehat dan sempurna. 

Pilgubsu 2013 harus mampu dilukis dengan pena pluralisme yakni berlangsungnya pemilihan gubernur Sumatera Utara (Pilgubsu) jujur, adil, langsung dan sehat tanpa membenturkan isu-isu perbedaan, keragaman, kemajemukan atau pluralisme. 

Pilgubsu 2013 harus mampu dijadikan momentum strategis membangun demokrasi substantif dan sehat melalui adu program atau visi-misi para kandidat sehingga Pilgubsu 2013 salah satu sumbangsih nyata membangun Indonesia  berdemokrasi sehat  dari Sumatera Utara. 

Sebagai daerah percontohan dalam kerukunan pluralisme Pilgubsu 2013 akan menjadi parameter nyata dalam memilih pimpinan nomor satu dengan pena pluralisme sehingga berbagai sentimen sektarianis-primordialis harus dihindarkan selama penyelenggaraan Pilgubsu nanti.

Bila Pilgubsu 2013 mampu dilukis dengan pena pluralisme maka Sumatera Utara “Luar Biasa” bukan sekadar slogan belaka tetapi benar-benar kondisi riil pembumian Bhinneka Tunggal Ika di republik ini. 

Penyebutan Sumatera Utara “Miniatur” Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah berdasarkan fakta nyata karena itu momentum Pilgubsu 2013 wahana memilih pemimpin berkualitas, kredibel, kapabel, berintegritas sekaligus indikator pembuktian kerukunan pluralisme di daerah ini.

Pasangan calon gubsu, tim sukses, partai politik, tokoh agama, tokoh masyarakat, intelektual, lembaga survey, pengamat serta seluruh rakyat harus mampu memberi keteladanan berdemokrasi yang baik, benar dan sehat dengan menghindarkan diri dari praktek-praktek kampanye hitam. 

Sehingga Pilgubsu 2013 benar-benar menjadi wahana pendidikan politik rakyat dalam berdemokrasi yang baik dan benar. 

Kemampuan memilih calon Gubernur Sumatera Utara kapabel. kredibel, serta berintegritas untuk memimpin Sumatera Utara lima tahun kedepan merupakan kemenangan seluruh rakyat Sumatera Utara. 

Sebaliknya, kegagalan menghadirkan calon Gubernur Sumatera Utara periode 2013-2018 akan memperpanjang karut marut pemerintahan di daerah ini. 

Siapa pun calon gubernur terpilih nanti sepanjang dihadirkan dengan cara-cara berdemokrasi yang baik dan benar akan mendatangkan perkembangan kemajuan pesat di daerah ini.

Sebaliknya, siapa pun gubernur terpilih bila diraih dengan cara-cara kotor, transaksional serta tidak benar (isu suku, agama, ras, antar golongan/SARA-red) bisa dipastikan akan membawa malapetaka lima tahun ke depan. 

Oleh karena itu, kemampuan melukis Pilgubsu 2013 Pelangi Kehidupan dengan pena pluralisme ditandai adu program atau visi-misi para calon gubernur menjadi tonggak sejarah kebangkitan provinsi Sumatera Utara ke depan.

Medan, 11  Agustus 2012
Thomson Hutasoit.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar