Melahirkan KPK Jilid IV
Oleh: Thomson Hutasoit
Direktur Eksekutif LSM Kajian Transparansi Kinerja
Instansi Publik (ATRAKTIP)
Satu hari pasca peringatan Hari
Kebangkitan Nasional (Harkitnas) 20 Mei 2015 Presiden Joko Widodo (Jokowi)
mengumumkan panitia seleksi (Pansel) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Jilid
IV terdiri dari; Destry Damayanti (Ketua Pansel merangkap anggota), Enny
Nurbaningsih (Wakil Ketua Pansel merangkap anggota), Yenti Garnasih, Supra
Wimbarti, Natalia Subagyo, Diani Sadiawati, Meuthia Ganie-Rochman, Karkristuti
Harkrisnowo, Betti Alisjahbana, sebagai anggota dengan kepakaran di bidang
disiplin ilmu hukum pidana, hukum tata negara, hukum bisnis, ekonomi manajemen
organisasi, sosiologi, psikologi, dan tata kelola pemerintahan, menjadi sebuah
terobosan menandai kebangkitan baru di negeri ini.
Secara harfiah arti melahirkan ialah
mengeluarkan anak dari kandungan (KBBI, 2007) sehingga amat sangat tepat
terminologi berpikir yang digunakan Presiden Jokowi memilih 9 (sembilan)
Kartini-Kartini muda republik ini sebagai Pansel KPK untuk melahirkan
komisioner KPK Jilid IV melanjutkan pemberantasan korupsi yang menjadi
interuptor terwujudnya janji-janji proklamasi yakni; masyarakat makmur,
sejahtera, serta berkeadilan hingga di usia 70 tahun kemerdekaan Indonesia.
Ada adagium klasik menyatakan, “buah
yang baik terlahir dari pohon yang baik” atau “bibit yang unggul berasal dari
inang unggul”. Artinya, anak yang baik dilahirkan oleh ibu yang baik. Karena
sungguh sangat mustahil seorang ibu tidak baik diharapkan melahirkan anak yang
baik. Dan jika ada anak yang baik dilahirkan oleh seorang ibu tidak baik, itu hanyalah kekecualian belaka. Sebab
buah tak jauh jatuh dari pohonnya.
Panitia seleksi (Pansel) KPK adalah
“Ibu” yang akan melahirkan komisioner-komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) Jilid IV untuk mencegah, menindak, menghentikan tindak pidana korupsi
menggerogoti urat nadi bangsa serta mencoreng wajah negeri ini sebagai salah
satu negara terkorup di dunia.
Sadar atau tidak “Ibu Pertiwi” telah
lama menangis melihat perilaku anak-anaknya yang telah berubah wujud menjadi
“predator” memangsa sesama anak bangsa melalui tindakan koruptif menggerogoti harta
kekayaan negara. “Ibu Pertiwi” menangis melihat anak-anaknya masuk hotel
prodeo, dikerangkeng jeruji besi akibat dirasuki nafsu kuasa, nafsu harta,
serta penyelewengan amanah menjadikan negeri ini bagaikan gurun pasir tandus
tanpa harapan dan asa. Ibu Pertiwi menyesal melahirkan anak-anaknya yang harus
berakhir diterali besi penjara akibat tamak, loba, serakah menimbum harta dan
kuasa.
Putera-puteri
yang seharusnya melindungi segenap bangsa dan seluruh rakyat Indonesia,
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut serta
menciptakan perdamaian dunia berdasarkan kemerdekaan dan keadilan sosial malah
berperilaku sebaliknya hingga menimbulkan aib tak terhingga sebagai salah satu
negara terkorup di dunia menjadikan “Ibu Pertiwi” kehilangan muka.
Sejarah
kebangkitan bangsa 107 tahun silam yakni; Gerakan Budi Utomo 20 Mei 1908
melahirkan putera-puteri pejuang kemerdekaan tampaknya terulang kembali
satu hari pasca peringatan Hari
Kebangkitan Nasional (Harkitnas) 20 Mei 2015, tepatnya 21 Mei 2015 dimana
Presiden Joko Widodo mengumumkan Panitia Seleksi (Pansel) Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) yang diisi Sirikandi-Srikandi Indonesia untuk melahirkan
komisioner KPK Jilid IV.
Panitia
seleksi (Pansel) KPK yang ditunjuk dan ditetapkan Presiden Jokowi adalah
perempuan-perempuan Indonesia yang telah menunjukkan prestasinya di bidang
masing-masing selama ini. Kartini-Kartini muda ini adalah “Ibu” yang mampu
melahirkan anak-anak unggul (KPK) sesuai dengan dambaan seluruh rakyat
Indonesia. Mereka bukan sekadar “ibu”
mampu melahirkan, tetapi “Ibu” yang mampu melahirkan Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) berdasarkan asupan kapasitas, kapabilitas, kredibilitas,
integritas, serta netralitas yang mereka tunjukkan selama ini. Mereka adalah
para pendidik, praktisi, penatalaksana mumpuni yang terbebas dari subyektivitas
hingga mampu melahirkan komisioner KPK tak “bermahar” politik.
Sungguh
luar biasa terobosan Presiden Joko Widodo mengembalikan arti melahirkan kepada
perempuan-perempuan Indonesia untuk Melahirkan KPK Jilid IV ketika sebahagian
besar elite politik di negeri ini hanya berpikir, “siapa untuk siapa, apa untuk
siapa” walau tak pernah malu bersuara lantang tentang independensi.
Bila
107 tahun lalu “Ibu Pertiwi” mampu melahirkan Gerakan Budi Utomo yang menjadi
Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) maka harapan seluruh rakyat Indonesia kepada 9 (sembilan) Srikandi Indonesia
(Pansel KPK) mampu melahirkan komisioner-komisioner KPK untuk memotori Gerakan
Kebangkitan Nasional Jilid II yakni; Pemberantasan korupsi mengembalikan
martabat dan harga diri bangsa di mata internasional.
Seorang
Ibu yang baik ditandai kemampuannya melahirkan anak-anak yang baik, sehingga 9
(sembilan) Srikandi pilihan Presiden Joko Widodo 21 Mei 2015 sebagai Pansel KPK
harus mampu Melahirkan KPK Jilid IV sesuai harapan seluruh rakyat Indonesia.
Ibu
Pertiwi sudah lama menunggu kelahiran anak-anaknya yang mampu membawa
kebangkitan dari keterpurukan, kini momentum itu berada ditangan 9 (sembilan)
Srikandi Indonesia untuk melahirkan “Panglima Perang Korupsi” yang gagah berani
memerangi ketidakadilan di negeri ini. Walau bertarung nyawa melahirkan anak
seorang ibu tak pernah takut mengambil resiko demi kesinambungan sejarah.
Inilah salah satu keistimewaan sang ibu dan tak satu pun laki-laki di dunia ini
memilikinya. Karena itu, tidak ada alasan meragukan Pansel KPK (9 Srikandi)
pilihan Presiden Joko Widodo untuk melahirkan
KPK Jilid IV menggelorakan pemberantasan korupsi di negeri ini.
Selamat
dan sukses Gerakan Kebangkitan Nasional Jilid II, kita sambut Kelahiran KPK
Jilid IV yang akan dilahirkan Srikandi-Srikandi Indonesia.
Medan,
22 Mei 2015
Thomson
Hutasoit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar