Sabtu, 15 Maret 2014

Kalkulasi Peluang Perolehan Kursi Legislatif



Kalkulasi Peluang Perolehan Kursi Legislatif
Oleh : Drs. Thomson Hutasoit
Direktur Eksekutif LSM Kajian Transparansi Kinerja Instansi Publik (ATRAKTIP) 
            Pemilihan Legislatif (Pileg) 9 April 2014 tinggal menghitung hari dan para calon legislatif (caleg) DPR RI, DPD RI, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota sudah semakin degdegan apakah berhasil atau tidak memperoleh kursi wakil rakyat yang sangat didambakan.
            Para calon legislatif telah melakukan pendekatan kepada calon konstituen, baik langsung maupun tidak langsung. Berbagai cara sosialisasi untuk memperkenalkan diri yang tentu sangat menguras tenaga, pikiran, bahkan menghabiskan dana yang tidak sedikit. Ada pula siang malam bergerilya berkunjung dari pintu ke pintu ala Ebiet G. Adie orang-orang yang tidak pernah dikenal sebelumnya. Kunjungan ke rumah-rumah calon pemilih bertabur berbagai kebaikan seperti pemberian bingkisan sembako, sandang-pangan, dana-dana sumbangan, bahkan ada pula yang membangun fasilitas umum yang tentu menguras kantong calon legislatif. Hal itu terpaksa dilakukan untuk meraih simpatik calon pemilih agar mau menjatuhkan hak pilih kepada caleg bersangkutan.
            Kondisi seperti itu menggeser makna sejati pemilihan umum (Pemilu) dari pendidikan politik rakyat ke penciteraan diri para caleg sebagai sosok sinterklas yang membagi-bagikan aneka kebaikan seolah-olah dermawan yang sangat peduli penderitaan pihak lain. Padahal, tindakan-tindakan itu hanyalah sebuah kepalsuan, bahkan pembohongan, pembodohan politik yang sangat kental nuansa keberpurak-purakan sebagai salah satu taktik strategi meraih simpatik pemilih. Berbagai kemasan citra diri tak masuk akal dengan memanfaatkan kekurangmampuan masyarakat memahami eksistensi sejati memilih dan menghadirkan calon-calon wakil rakyat sepertinya bergayung sambut antara caleg dengan calon konstituen. Akibatnya, masyarakat terperangkap atas kebaikan palsu tanpa mempertimbangkan kredibilitas, kapabilitas, kapasitas, integritas kepribadian para caleg ditengah-tengah masyarakat sebelum-sebelumnya.
            Sinyalemen para pakar politik yang mengatakan, bahwa memori atau ingatan bangsa ini sangat pendek sepertinya mendekati kenyataan, sebab masyarakat terkesan mudah percaya dan diyakinkan dengan taktik strategi menabur kebaikan palsu seperti pemberian sembako, sumbangan-sumbangan, hingga lupa mencermati rekam jejak kinerja para caleg sebelumnya. Hal itu, tentu sangat berbahaya dalam upaya menghadirkan wakil-wakil rakyat yang mampu mengemban amanah dan memperjuangkan aspirasi rakyat ke depan. Harus diingat setiap pengeluaran atau biaya politik (cost politic) akan dikompensasi setelah kekuasaan diraih. Aspirasi rakyat tidak akan menjadi perioritas sebelum pulang modal, bahkan keuntungan kompensasi politik transaksional yang telah dikeluarkan para caleg. Dan inilah salah satu sebab mengapa para caleg mau menghabiskan dana cukup signifikan dalam tahapan pemilihan. 
            Berharap tentu boleh-boleh saja dan tidak salah, namanya juga usaha ! Akan tetapi, bila seluruh calon legislatif berharap demikian, optimis menang dan memperoleh kursi maka di sini lah berbagai masalah akan timbul seperti; bertambah jumlah orang stres, bertambah angka kemiskinan, meningkat kekecewaan hidup, bahkan tidak mustahil terjadi keretakan hubungan keluarga, kerabat dan lain-lain pasca pemilihan legislatif (Pileg). Bila para Caleg sejak semula mempersiapkan diri  bahwa pemilihan legislatif adalah kompetisi yang sudah pasti ada yang kalah dan menang maka para caleg telah mempersiapkan diri meneima kekalahan atau kemenangan pada 9 April 2014 nanti. Tetapi, jika para Caleg hanya berambisi menang, serta  menghabiskan dana besar untuk mengejar bayang-bayang kelabu atau kemenangan di sini lah timbul pertanyaan besar, bagaimana nantinya Caleg bersangkutan pasca pileg.  Sementara rumor di masyarakat telah dipersiapkan ruangan rumah sakit jiwa untuk menampung para Caleg yang tidak siap menerima kekalahan pada pemilihan legislatif nanti.
            Bila angka pengidap penyakit jiwa meningkat pasca pileg maka sangat disayangkan kejadian demikian, karena telah menciderai makna sejati pemilihan umum legislatif (pileg) wahana pendidikan politik rakyat sekaligus pesta demokrasi yang seharusnya mendatangkan kebahagiaan. Tetapi, bila para caleg kalah nantinya banyak yang menderita stres, sakit jiwa, karena telah menghabiskan harta kekayaan yang ditabur-taburkan pada proses pileg tanpa kalkulasi peluang menang atau mendapat kursi maka hal itu merupakan kesalahan besar yang perlu direnungkan sedalam-dalamnya.
            Dari pengamatan penulis beberapa kali pemilihan umum di negeri ini, bahwa para kandidat legislatif masih banyak yang tidak membuat kalkulasi peluang menang atau memperoleh kursi DPR RI, DPD RI, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota secara matang. Padahal, kalkulasi peluang menang sangat diperlukan setiap kandidat agar tidak terbuai bayang-banyang semu yang bisa menimbulkan kekecewaan di kemudian hari. Belum lagi, parameter ketokohan seseorang di mata rakyat. Tidak mustahil juga para caleg adalah sosok-sosok yang tak pernah dikenal masyarakat sebelum masa pencalegan sehingga sangat menyulitkan ketika melakukan sosialisasi ke masyarakat. Salah satu rumus instan yang kerap dilakukan caleg-caleg seperti itu adalah menabur-naburkan berbagai kebaikan seperti; memberi sembako, sandang-pangan, sumbangan-sumbangan, memberi papan bunga, dan lain-lain yang tentu membutuhkan biaya sangat besar pula.
            Pemberian seperti itu, belum bisa menjadi jaminan perolehan suara pada pileg nanti, karena fenomena yang tubuh di masyarakat saat ini, siapa pun yang menawarkan, memberi akan di tamping, soal memilih itu urusan nanti. Kondisi inilah yang perlu dicermati para caleg agar tak terlalu optimistis meraih kemenangan sehingga lupa mempersiapkan diri menerima kekalahan.
Sistem pemilihan legislatif 2014 membuka pertarungan terbuka antar caleg dalam internal partai dan pertarungan caleg antara partai. Pertarungan antar caleg di internal partai dengan sistem suara terbanyak memungkinkan antar caleg di dalam satu partai saling bantai-membantai, dan tidak mustahil juga saling menjatuhkan satu sama lain. Padahal, pertarungan antar caleg dalam satu partai seharusnya tidak elegan sebelum partai bersangkutan memperoleh kursi dari alokasi kursi di satu daerah pemilihan (Dapil) tertentu.
Pertarungan paling pertama dan utama sebenarnya adalah bagaimana supaya partai itu  mendapat alokasi kursi pada dapil, karena bila suatu partai tidak mendapat alokasi kursi maka perolehan suara partai akan musnah atau hilang. Pertarungan antar caleg dalam satu partai akan sia-sia. Karena itu, sangat keliru besar apabila caleg-caleg dalam satu partai ‘bantai-membatai’ dengan melancarkan kampanye hitam untuk menyerang caleg separtainya. Selain tidak menarik simpatik konstituen, tindakan itu mencerminkan ambisius caleg sekaligus merugikan partainya.
Kemampuan, kecerdasan membuat kalkulasi peluang menang, selain meminimalisasi biaya para caleg juga mempersiapkan diri menerima apapun hasil pileg nanti supaya tidak stres ataupun sakit jiwa sebagaimana sinyalemen masyarakat terhadap caleg pasca pileg.
Sesuai ketentuan undang-undang pemilihan umum legislatif (Pileg) 2014 jumlah caleg setiap partai 100 persen x alokasi kursi, jumlah partai politik peserta pemilu sebanyak 12 partai.   Misalnya; DPRD Kota Medan sebanyak 50 kursi maka jumlah caleg yang bertarung memperebutkan kursi tersebut, 50 kursi x 12 partai = 600 caleg. Jumlah yang kalah atau tidak memperoleh kursi sebanyak 550 orang. Bila dipertajam lagi dengan pembagian daerah pemilihan (dapil). Alokasi kursi di Dapil Medan 3 sebanyak 8 kursi yang meliputi; Medan Baru, Medan Petisah, Medan Barat, Medan Helvetia yang akan diperebutkan 12 partai x 8 caleg = 96 caleg.
Dalam hal inilah perlu dilakukan kalkulasi peluang menang secara cermat dan cerdas, partai-partai mana yang berpeluang besar memperoleh alokasi kursi. Jika seandainya, seluruh partai mencermati peluang menang dengan seksama maka saat ini juga telah mendapat gambaran hampir dapat dipastikan partai mana saja dari 12 partai tersebut yang berpeluang besar memperoleh jatah kursi di Dapil Medan 3.
Untuk memberi gambaran, pada Pileg 2009 yang pesertanya 48 partai, alokasi 7 kursi, yang berhasil memperoleh kursi di Dapil Medan 3 antara lain; Partai Demokrat 2 kursi, Partai Golkar 1 kursi, PDP-Perjuangan 1 kursi, Partai Damai Sejahtera (PDS) 1 kursi, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 1 kursi, Partai Persatuan Rakyat Nasional (PPRN) 1 kursi. Dari perolehan kursi itu bila dianalisis dengan cermat, cerdas akan memberi gambaran bagi partai-partai peserta di pemilihan legislatif 2014 akan datang, dan hal yang sama bisa dijadikan dasar kalkulasi peluang menang di daerah-daerah lain.
Sebab, alangkah naifnya terlalu optimistis memperoleh kemenangan tanpa  mengkalkulasi peluang menang dengan memperhitungkan langkah-langkah yang telah dilakukan sehingga tidak mimpi di siang bolong. Kecermatan, kecerdasan caleg untuk melakukan kalkulasi peluang menang sebelum 9 Apil 2014 sangat diperlukan supaya tidak terperosok ke dalam lubang sedalam-dalamnya, serta resiko fatal pada diri caleg pasca pemilu.
Mengorbankan segala hal tanpa mengkalkulasi peluang menang adalah tindakan kurang cerdas dan akan menuai segunung kekecewaan, kecuali para caleg sejak semula berniat tulus memberi pendidikan politik kepada rakyat sebagai tanggung jawab warga negara yang baik. Akan tetapi, hal itu masih sangat jauh dari ranah berpikir dan bertindak para kandidat yang bertarung saat ini. Buktinya, sesama satu partai saja pun saling sikut-menyikut, saling menjelekkan, dan perang terbuka antar caleg semata-mata dilatari ambisi dan egoisme pribadi untuk meraih kekuasaan. Jadi, sangat sulit diterima logika akal sehat seorang caleg tidak didorong ambisi berkuasa walaupun mengeluarkan dana cukup signifikan.
Tidaklah terlalu tendensius bila dikatakan, bahwa banyak caleg-caleg yang tidak mampu melakukan kalkulasi peluang menang pada pileg 2014, sebab bukti berbicara para caleg masih cenderung mengandalkan kemampuan finansial daripada menawarkan visi perjuangannya kepada masyarakat seandainya terpilih kelak sebagai wakil rakyat. Bahkan, ada caleg yang tidak mampu menjelaskan visinya secara konkrit ketika masyarakat mempertanyakan pada saat datang sosialisasi. Padahal, pada kesempatan seperti itulah para caleg menjelaskan visi-misinya secara langsung kepada masyarakat supaya bisa diketahui layak tidaknya mengemban aspirasi rakyat.
Para caleg harus memahami rakyat sekarang sudah semakin pintar dan cerdas, dan tidak semua mau “menjual diri” atau memilih caleg karena dapat uang, sembako, sandang-pangan, dan aneka kebaikan sesaat, karena rakyat sudah tahu pemberian itu nanti akan di kompensasi ketika kekuasaan sudah di tangan. Berbagai kasus-kasus korupsi, penyelewengan jabatan, pengabaian aspirasi rakyat dari wakil-wakilnya adalah akibat politik transaksional dalam merebut jabatan. Bila saat ini rakyat menerima pemberian caleg-caleg belum menjamin mereka memilih, bahkan di kalangan masyarakat kini berembus kencang slogan “Terima uangnya jangan pilih orangnya” sebagai puncak gunung es kekecewaan terhadap para penabur janji, pengidap penyakit lupa karena di mabuk kekuasaan. Oleh sebab itu, para caleg kiranya membuat kalkulasi peluang menang sebelum terjerembab pada penyesalan dan kekecewaan amat sangat dalam, termasuk berhati-hati menggelontorkan berbagai kebaikan sesaat seperti, politik uang (money politic) yang belum menjamin suara pemilih. Persiapkan diri siap kalah siap menang supaya tidak stres, sakit jiwa pasca pemilihan legislatif. Pemilihan adalah kompetisi yang di dalamnya ada yang kalah ada pula yang menang. Rakyat berdaulat untuk memilih dan menentukan siapa yang layak dan pantas diserahi amanah sebagai wakil rakyat.
Selamat berdemokrasi ! Pepatah klasik mengatakan’ “Pikir itu pendapatan, sesal kemudian tak berguna. Petarung handal selalu berprinsip “Dalam pertarungan menang dan kalah adalah hal yang wajar dan biasa”.  
                                                                                                            Medan, 9 Maret 2014.
  
                      
                

Tidak ada komentar:

Posting Komentar