Rabu, 28 Februari 2018



Langkah Konkrit Wujudkan Harapan Baru Sumatera Utara.
Oleh : Thomson Hutasoit.
            Slogan, jargon harapan baru (new hope) Sumatera Utara adalah cita-cita mulia mewujudkan pemerintahan daerah Sumatera Utara yang baik dan benar,  bersih, jujur, kompeten, profesional, partisipatif, transparan dan berintegritas. Tata kelola pemerintahan daerah yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme adalah amanah Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Cita-cita mulia itu, tentu tidaklah cukup sekadar teori, retorika, wacana belaka, melainkan langkah riil dapat diukur melalui parameter evaluatif penyelesaian masalah membelenggu Sumatera Utara selama ini.  
            Provinsi Sumatera Utara adalah provinsi terbesar ketiga memiliki potensi sumber daya alam (SDA), sumber daya manusia (SDM) serta pluralisme-multikultural sangat luar biasa sehingga bila dikelola dengan baik dan benar serta profesional akan menjadi kekuatan dahsyat mewujudkan provinsi terhebat di negeri ini. Potensi besar sumber kemakmuran, kesejahteraan yang tersebar di 33 kabupaten/kota hingga kini masih belum mampu diefektifkan optimal meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD), baik provinsi maupun kabupaten/kota di Sumatera Utara. Bahkan paling mengecewakan dan menjengkelkan hingga kini belum satupun kabupaten/kota mampu mencatatkan diri penghasil komoditi unggulan spesifik berdaya saing di pasar domestik maupun di pasar internasional. Padahal, tujuan hakiki otonomi daerah ialah mendorong kabupaten/kota menggali, mengindentifikasi, menginventarisasi, memetakan, serta membuat matriks-matriks seluruh potensi daerah akan ditawarkan kepada investor, baik investor domestik maupun investor asing agar pertumbuhan kemajuan pembangunan daerah berjalan cepat. Pemerintah daerah provinsi, kabupaten/kota bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota) harus mampu melakukan terobosan-terobosan baru, cerdas dan jenial mengefektifkan potensi daerah seoptimal mungkin. Sebab kemajuan ataupun  ketertinggalan suatu daerah dibandingkan daerah lain tidak terlepas dari kecerdasan, kejenialan mengenal keunggulan, kelemahan daerah tersebut. Artinya, pemerintah daerah bersama DPRD harus mampu membuat “Daftar Inventarisasi Masalah (DIM)” agar fokus melahirkan arah kebijakan pembangunan daerah yang tercermin di dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Daerah, Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah, maupun Rencana Pembangunan Jangka Pendek (RPJPen) Daerah yang dijabarkan konkrit didalam arah politik Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) setiap tahun. Prioritas pembangunan harus benar-benar diarahkan mendorong pertumbuhan sektor lain sehingga akselerasi pembangunan   mendorong multiplier efek percepatan pertumbuhan sektor lain. Karena itulah dituntut kecerdasan, kejenialan pemerintah daerah bersama DPRD melahirkan peraturan daerah (Perda),  peraturan bupati (Perbub), peraturan walikota (Perwal) didasarkan atas “Daftar Inventarisasi Masalah (DIM)” supaya benar-benar solusi masalah riil.  
            Jika diperhatikan cermat dan seksama visi-misi calon gubernur/wakil gubernur, calon bupati/wakil bupati, calon walikota/wakil walikota pada saat kontestasi kadangkala sungguh sangatlah menggelikan serta tak masuk akal. Sebab visi-misi terlalu muluk-muluk dan tidak didasarkan pada kondisi riil tata kelola pemerintahan daerah berbasis “Daftar Inventarisasi Masalah (DIM)” harus segera dibenahi untuk memberi dan membangkitkan harapan baru bagi rakyat Sumatera Utara lima tahun ke depan.
Visi-misi kandidat kepala daerah masih cenderung bersifat retorika, wacana membius alam sadar dan mimpi indah meninabobokkan calon pemilih, apalagi ditambah bumbu-bumbu  kedermawanan sesaat politik uang (money politics) menjadikan visi-misi hanya sekedar kosmestik politik penciteraan diri ala marketing produk di pasar. Padahal, visi-misi yang baik dan berkualitas memberi pendidikan politik dikorelasikan kondisi riil harus diperbaiki agar kandidat terpilih memberi harapan baru (new hope) tata kelola pemerintahan daerah lima tahun ke depan.  
            Karena itu, visi-misi seharusnya didasarkan pada “Daftar Inventarisasi Masalah (DIM)” Provinsi Sumatera Utara perlu segera diselesaikan calon kepala daerah, antara lain:
1.      Tata kelola pemerintahan daerah Sumatera Utara berstigmatisasi negatif yakni; “SUMUT (semua urusan memerlukan uang tunai)” yang mencerminkan tata kelola pemerintahan daerah masih diselubungi “pungutan liar (Pungli)” mengakibatkan timbulnya biaya tinggi (high cost) dan inefisiensi berpotensi menghambat pertumbuhan investasi di Sumatera Utara. Biaya tinggi (high cost), pengurusan legalitas perizinan berbelit-belit akan menurunkan animo investor menanamkan investasi di Sumatera Utara. Sebab, harus dimengerti dan dipahami paripurna, investor selalu mencari daerah paling efisien, aman dan nyaman agar kepastian berusaha dapat dijamin seoptimal mungkin. Efisiensi biaya, waktu dan jaminan kenyamanan berusaha adalah salah satu  faktor  pertama dan utama daya tarik terhadap investor menanamkan modal di satu daerah.  
Calon gubernur/wakil gubernur, calon bupati/wakil bupati, calon walikota/wakil walikota harus mengerti, memahami hal itu mendalam dan mendetail. Selanjutnya calon kepala daerah harus mampu mengubah stigma negatif tersebut menjadi “SUMUT (semua urusan mudah dan transparan)” agar harapan baru pertumbuhan investasi di daerah Sumatera Utara meningkat dari waktu ke waktu.  
Mengubah pameo “SUMUT (semua urusan memerlukan uang tunai) menjadi (semua urusan mudah dan transparan)” adalah visi-misi cerdas dan jenial didasarkan pada daftar  inventarisasi masalah (DIM) selama ini. Visi-misi ini adalah sebuah terobosan baru  perlu disambut dan didukung seluruh rakyat bila menginginkan Sumatera Utara Hebat, Sumatera Utara Jaya, Sumatera Utara Berdaya Saing di kancah nasional maupun internasional. Dan harus disadari mendalam dan mendetail faktor pertama dan utama penghambat pertumbuhan investasi di daerah Sumatera Utara adalah tata kelola pemerintahan daerah “semua urusan memerlukan uang tunai (SUMUT)” yang sangat membebani calon investor, dan hingga saat ini  belum mampu dikikis dan dibersihkan dari karakter pemangku kekuasaan di daerah ini. Karakter buruk aparatus penyelenggara pemerintahan daerah, “untuk apa dipercepat kalau bisa diperlambat” harus segera “direvolusi” menjadi “cepat, mudah dan transparan” agar pemerintahan daerah bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) bisa diwujudkan konkrit.  
Di era kemajuan teknologi informasi dan era digital, pemerintah daerah Sumatera Utara perlu segera menerapkan E-Procedure, E-Planning, E-Budgeting, E-Pengawasan, E-Catalog, E-Perda dan lain sebagainya yang bisa diakses publik seluas-luasnya. Karena keterbukaan informasi publik meminimalisir korupsi, kolusi, nepotisme (KKN) maupun pungutan liar (Pungli) lainnya.  
2.      Transparansi tata kelola pemerintahan daerah, memberi akses publik seluas-luasnya terhadap arah kebijakan pemerintahan daerah Provinsi Sumatera Utara, maupun kabupaten/kota sehingga peran serta masyarakat ataupun partisipasi publik terlibat aktif mengawasi kinerja pemerintah daerah. Hal itu sangat penting dan urgen meminimalisasi penyimpangan, penyelewengan sejak dari perencanaan, pelaksanaan maupun evaluasi agar seluruh kinerja pemerintah daerah efektif, efisien, transparan dan akuntabel.  
Sungguh tak masuk akal, keliru besar dan sesat pikir bila masih ada pemangku kekuasaan alergi terhadap transparansi. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang merupakan dokumen publik masih diposisikan dokumen rahasia dan tertutup dari akses publik adalah kekeliruan dan kesalahan fatal melanggar hukum tak bisa ditolerir. Menutup-nutupi dokumen publik adalah perilaku, karakter buruk penyelenggara pemerintahan daerah, sebab ketertutupan mengundang kecurigaan besar dalam tata kelola pemerintahan bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, nepotisme (KKN), melanggar  Keterbukaan Informasi Publik (KIP), Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, mengharuskan transparansi dan peran serta masyarakat seluas-luasnya.
Transparansi sebatas retorika sebagaimana artikel penulis di ‘Tabloid Vista Medan’ tahun 2006 lalu membuat para pemangku kekuasaan di daerah ini terperanjat harus menjadi perhatian serius dari calon kepala daerah pada Pilkada serentak 2018 di Sumatera Utara, bahkan di seluruh Indonesia agar benar-benar memberi harapan baru dalam tata kelola pemerintahan daerah yang baik dan benar serta profesional. Menampung, mendengar pendapat umum (public hearing), baik formal maupun informal adalah perintah undang-undang. Rapat dengar pendapat (RDP), musyawarah perencanaan pembangunan daerah (Musrenbangda), reses DPRD, melibatkan akademisi, pakar maupun publik seluas-luasnya wajib hukumnya dilaksanakan sebab  muara kebijakan pemerintahan daerah tidak lain dan tidak bukan adalah publik, tanpa kecuali. Oleh karenanya, publik harus mengetahui, mengerti dan memahami hak dan kewajiban yang diatur didalam peraturan daerah (Perda) maupun kebijakan pemerintahan daerah lainnya.  
Pemerintah daerah Sumatera Utara, pemerintah daerah kabupaten/kota harus segera membuka informasi daerah melalui website yang bisa diakses publik kapan saja.
3.      Melaksanakan Lelang Jabatan terbuka dan transparan bagi jabatan struktural (SKPD, Badan) melalui seleksi terbuka dan independen sehingga terlahir pejabat struktural handal, mumpuni, professional, visioner, kreatif, inovatif, bersih, jujur, berintegritas. Dengan demikian jabatan struktural ataupun badan benar-benar dipangku orang-orang kompeten, bersih, jujur, handal, profesioanal dan berintegritas.
Lelang Jabatan terbuka dan transparan akan menghindari penempatan pejabat atas faktor suka atau tak suka (like or dislike), korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Sebaliknya, penempatan pejabat publik atas dasar penilaian subyektivitas (suku, agama, ras, dan antargolongan/SARA) dan berbau KKN  akan melahirkan pejabat struktural tak kompeten, tak berprestasi. Padahal, ujung tombak pemerintahan daerah berada di pundak pejabat struktural bersangkutan. Kredibilitas, kapasitas, kapabilitas, serta integritas pemangku jabatan struktural inilah sejatinya motor percepatan kemajuan pembangunan di segala lini kehidupan masyarakat, bangsa dan negara. Karena itu, visi-misi calon kepala daerah harus jelas dan tegas menggambarkan hal itu supaya benar-benar memberi harapan baru bagi rakyat Sumatera Utara lima tahun ke depan.   
4.      Masalah Pertanahan, Kehutanan dan Hak Keperdataan Masyarakat Hukum Adat serta Aset Daerah, adalah masalah krusial Sumatera Utara hingga kini masih merupakan kasus endemik membutuhkan perhatian serius gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, walikota/wakil walikota terpilih pada Pilkada Serentak 2018. Kasus-kasus ini telah menyita energi besar, bahkan telah menimbulkan gesekan, bentrok, konflik dan korban nyawa manusia. Permasalahan tersebut telah menimbulkan gesekan, bentrok, konflik berkepanjangan, baik antara masyarakat dengan masyarakat, masyarakat dengan pengusaha, masyarakat dengan pemerintah daerah, pengusaha dengan pemerintah daerah,  selama puluhan tahun, tanpa solusi tegas dan jelas. Kasus-kasus ini telah menyita perhatian nasional maupun internasional. Permasalahan tanah, kehutanan dan hak keperdataan masyarakat hukum adat, serta aset daerah peringkat pertama masalah paling  krusial amat sangat sulit dituntaskan pemerintah daerah Sumatera Utara selama ini. Penyelesaian bertele-tele, lambat dan lamban telah mendorong lahirnya “Mafia Tanah, Mafia Hutan, Mafia Aset”  menguasai tanah, hutan dan aset daerah tak ketulungan luasnya. Hal itu, sungguh menyedihkan, mengecewakan sekaligus memalukan karena telah jadi menu media nasional maupun internasional berkait erat dengan hak asasi manusia (HAM), kepastian hukum, hak memperoleh penghidupan yang layak di negara demokrasi.   
Gubernur Sumatera Utara telah silih berganti, tetapi penyelesaian masalah ini tak pernah tuntas.  Gubernur Tengku Rizal Nurdin, Rudolf M Pardede, H. Syamsul Arifin, Gatot Pujo Nugroho, Tengku Erry Nuradi belum bisa menyelesaikan permasalahan tanah, hutan dan hak keperdataan masyarakat hukum adat serta aset daerah dengan tuntas. Bahkan, ketika Gubernur Tengku Rizal Nurdin masih berkuasa penulis meminta supaya permasalahan  tanah eks HGU PTPN II diselesaikan tuntas sebab berpotensi “Boom Waktu” bagi Sumatera Utara di masa akan datang.    
Penyelesaian tanah eks HGU PTPN II semakin rumit dan membingungkan. Bahkan muncul “mafia tanah” menguasai tanah eks HGU PTPN II dengan luas tak terbatas. Sementara kelompok masyarakat penggarap jumlahnya ribuan kepala keluarga semakin tak jelas nasibnya. Padahal luas tanah yang mereka garap hanya sebatas tapak tempat tinggal untuk berteduh dari sengatan terik matahari, dinginnya embun malam tak memperoleh kepastian. Gelombang unjuk rasa ke DPRD Provinsi Sumatera Utara,  DPRD Kabupaten/Kota  mempertanyakan kepastian hukum seperti angin lalu saja.  Mereka sering mendapat perlakuan tak manusiawi apalagi bersentuhan dengan “raksasa” bermodal besar serta berakses pada puncak kekuasaan menambah penderitaan mereka semakin lengkap dari hari ke hari, bulan ke bulan, tahun ke tahun.  
Demikian juga permasalahan kehutanan dan hak keperdataan masyarakat hukum adat, dengan alasan investasi, masyarakat hukum adat tercerabut, terampas hak keperdataannya  dari akses hak tanah ulayat dan hutan hukum adat purba hingga mereka tergusur dari tanah leluhurnya. Hal itu, sungguh sangat  menyedihkan dan memprihatinkan. Mereka didudukkan pelanggar hukum, menguasai hutan secara melawan hukum, serta diseret pesakitan hukum di pangadilan. Sungguh tak masuk akal, masyarakat hukum adat memperjuangkan hak keperdataanya dijadikan pesakitan hukum dan masuk penjara. Sementara pemilik modal besar bebas “menjarah” tanah, kehutanan, aset daerah, tanpa batas. Aset daerah juga bernasib sama, sekalipun DPRD Provinsi Sumatera Utara telah membentuk Panitia Khusus (Pansus) Aset Daerah tapi penyelesaian aset daerah hingga kini tak pernah jelas dan tuntas. Aset daerah Provinsi Sumatera Utara “hilang atau raib” serta dikuasai pihak lain tanpa publikasi taransparan.   
Calon gubernur/wakil gubernur, calon bupati/wakil bupati, calon walikota/wakil walikota pada Pilkada Serentak 2018 harus menuangkan kasus-kasus klasik ini dengan tegas dan jelas didalam visi-misinya agar muncul harapan baru bagi rakyat Sumatera Utara yang telah terlunta-lunta, mempertaruhkan nyawa memperjuangkan hak dan nasibnya selama ini.    
Pilgub, Pilbub, Pilkot bukanlah sekadar pergantian (suksesi) kepala daerah , melainkan menghadirkan kepala daerah yang mampu dan handal menyelesaikan permasalahan pertanahan, kehutanan dan hak keperdataan masyarakat hukum adat, serta aset daerah Sumatera Utara yang dikuasai “mafioso-mafioso” melalui berbagai “perselingkuhan, persekongkolan, persubahatan jahat” selama ini. Tekad kuat menyelesaikan permasalahan tanah, kehutanan dan hak masyarakat hukum adat, serta aset daerah adalah harapan baru bagi seluruh rakyat Sumatera Utara.  
Kepala daerah terpilih 2018 harus menunjukkan keinginan kuat, tekad bulat menerbitkan peraturan daerah (Perda) Perlindungan Hak Masyarakat Hukum Adat untuk melindungi  hak-hak masyarakat hukum adat beserta eksistensinya dalam berbangsa bernegara. Kemampuan, kemauan kuat menuntaskan kasus-kasus ini menjadi perhatian serius   sekaligus penilaian menentukan pilihan terhadap kandidat berkompetisi.   
5.      Pengembangan Danau Toba destinasi wisata di wilayah barat Indonesia, adalah dambaan rakyat Sumatera Utara, khususnya masyarakat sekitar Kaldera Toba.  Danau Toba “Ikon Sumatera Utara” hingga kini masih mendambakan kehadiran gubernur/wakil gubernur bertekad kuat mengembangkan “Danau Toba Destinasi Wisata” dan menempatkannya prioritas pembangunan Sumatera Utara lima tahun ke depan. Beberapa calon gubernur/wakil gubernur telah mengangkat “Danau Toba” menu kampanye di masa lalu. Tetapi, ketika telah terpilih jadi gubernur/wakil gubernur “Danau Toba” tak pernah dijadikan prioritas pembangunan daerah, sehingga wajah Danau Toba tak pernah berubah dari waktu ke waktu. Buktinya, pengembangan “Danau Toba” destinasi wisata tak pernah dijadikan prioritas mata anggaran pada APBD provinsi maupun APBD kabupaten berakses ke Danau Toba. Malah sebaliknya, Danau Toba dijadikan ladang “eksploitasi” sumber pendapatan asli daerah (PAD) tanpa perhatian serius meningkatkan kualitas pembangunan sarana, prasarana memadai agar animo wisatawan berkunjung ke Danau Toba meningkat dari masa ke masa. Hal itu harus disadari paripurna sebuah kekeliruan besar dan sesat pikir menjadikan Danau Toba retorika, wacana politik menu kampanye menarik suara pada saat Pilkada. Oleh karena itu, calon gubernur/wakil gubernur memiliki visi-misi jelas dan tegas memprioritaskan pengembangan “Danau Toba Destinasi Wisata” adalah calon paling tepat memberi harapan baru rakyat Sumatera Utara, khususnya masyarakat di sekitar Kaldera Toba telah lama merindukan peningkatan kemakmuran, kesejahteraan dan keadilan. Pembangunan infrastruktur, fasilitas pendukung pengembangan destinasi wisata serta peningkatan karakter tourism minded harus mendapat prioritas politik anggaran bila Danau Toba tidak sekadar retorika, wacana politik di saat-saat Pilkada.   
6.      Provinsi Sumatera Utara Miniatur NKRI, sangat menghormati, menghargai perbedaan, keragaman, kemajemukan atau kebhinnekaan sehingga calon gubernur/wakil gubernur harus mampu memosisikan diri “Pemimpin untuk semua”.
Pluralisme-multikultural penduduk Sumatera Utara harus disadari paripurna sebuah aset besar dan maha dahsyat bila mampu dikelola dengan baik dan benar. Tetapi sebaliknya, akan jadi ancaman besar disharmoni, ketidakkondusifan, bahkan konflik bila tidak mampu dikelola dengan baik dan benar pula. Peran sentral kepala daerah menjaga, merawat pluralisme-multikultural sangatlah penting dan strategis. Karena itu, dibutuhkan pemimpin otentik berkemampuan mengelola kebhinnekaan melalui kebijakan-kebijakan cerdas dan jenial bersifat universal supaya Sumatera Utara benar-benar Miniatur NKRI berdasarkan Pancasila, UUD RI 1945, Bhinneka Tunggal Ika, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).  
Produk peraturan daerah (Perda), peraturan gubernur (Pergub) tidak boleh sekali-sekali bersifat parsial partisan karena berpotensi menimbulkan diskriminasi penyelenggaraan pemerintahan daerah serta disharmoni ditengah masyarakat. Calon gubernur/wakil gubernur harus mengenal, mengerti dan memahami tipikal Sumatera Utara mendalam dan mendetail agar mampu memosisikan diri “Pemimpin Otentik, Pemimpin Untuk Semua” memberi harapan baru lima tahun ke depan.  
7.      Pemimpin visioner, kreatif dan inovatif, mampu dan berani melakukan terobosan-terobosan baru menggali, mengefektifkan potensi daerah meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat secara berkeadilan. Ketimpangan pembangunan antar wilayah telah memunculkan “dikotomi” pantai barat dan pantai timur. Bahkan kesenjangan itu telah memunculkan perjuangan rakyat menuntu pemekaran atau provinsi baru seperti; Provinsi Tapanuli (Protap), Provinsi Tapanuli Bagian Selatan (Tabagsel), Provinsi Nias. Hal itu harus jadi perhatian serius, cermat dan seksama calon gubernur/wakil gubernur sedang berkompetisi pada Pilgubsu 2018. Jika porsi pembangunan tak merata dan tak berkeadilan, tuntutan pemekaran provinsi tidak tertutup kemungkinan akan bergelora kembali di masa akan datang. Karena itu, pemimpin visioner, kreatif dan inovatif sangat dibutuhkan agar rakyat Sumatera Utara benar-benar merasakan keadilan pembangunan. Dengan demikian “dikotomi” pantai barat dan pantai timur tidak terdengar lagi lima tahun ke depan.  
Dari berbagai uraian tersebut diatas maka langkah konkrit mewujudkan harapan baru Sumatera Utara adalah bagaimana menghadirkan calon gubernur/wakil gubernur periode 2018-2023 memiliki kompetensi kepemimpinan paling kredibel, kapabel, akuntabel, profesional, visioner, kreatif, inovatif telah terbukti dan teruji bersih, jujur, berani, tegas, lugas, profesional serta berintegritas mengemban amanah kepercayaan rakyat melalui rekam jejak (track record) prestasi kinerja pada jabatan publik sebelumnya.
Pilgubsu 2018 tidak boleh sekali-sekali dijadikan “gambling” atau “perjudian” maupun ajang coba-coba, melainkan benar-benar memberi amanah kepercayaan kepada calon gubernur/wakil gubernur paling pantas dan layak menggawangi Sumatera Utara lima tahun ke depan.
Jadilah pemilih cermat, cerdas dan jenial, memilih kepala daerah berdasarkan kompetensi paling terbaik dan paling unggul dari kandidat lain. Tidak boleh sekali-sekali terjebak pada fanatisme buta berdasarkan sentimen suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA), putera daerah maupun politik uang (money politics) yang merusak kecerdasan berpikir serta mengotori demokrasi bertujuan meninggikan hak asasi manusia (HAM). Jadikanlah Pilgubsu 2018 festival gagasan, visi-misi menawarkan visi-misi terbaik untuk melahirkan harapan baru Sumatera Utara Hebat, Sumatera Utara Jaya, Sumatera Utara Berdaya Saing, baik di kancah nasional, regional maupun internasional. Hanya gubernur/wakil gubernur berkompetensi tinggi, berkarakter unggul memberi harapan baru bagi Sumatera Utara. Jangan korbankan nasib Sumatera Utara hanya demi kepentingan pribadi, kelompok maupun golongan.  
                                                                                                      Medan, 20 Pebruari 2018
                                                                                                      Thomson Hutasoit.
Direktur Eksekutif LSM Kajian Transparansi Kinerja Instansi Publik (ATRAKTIP), Wapemred SKI ASPIRASI.                   
              

Tidak ada komentar:

Posting Komentar