Senin, 10 September 2012

Sinode Godang HKBP 2012 Harus Menjadi Terang Dunia


Medan, DETEKSINEWS.

Direktur Eksekutif Lembaga Swadaya Masyarakat Kajian Transparansi Kinerja Instansi Publik (ATRAKTIP) Drs. Thomson Hutasoit mengatakan, ” Sinode Godang HKBP 2012 di Pearaja Tarutung harus menjadi terang Dunia” agar Sinode para imam ini benar-benar menjadi contoh tauladan berdemokrasi dilandasi iman dan etika yang masih barang langka di republik ini.

Hal itu dikatakannya kepada wartawan Deteksinews hari Sabtu (8/9) di Medan.

Sinode Godang HKBP tahun 2012 merupakan momentum strategis sekaligus pembuktian kebenaran suara nabiah yang selama ini dikumandangkan para imam-imam Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) kepada seluruh umat HKBP maupun kepada seluruh umat manusia di atas bumi ini, tegas anggota jemat HKBP Maranatha Resort HKBP Maranatha Jalan Perkutut Medan.

Sebagai anggota jemat HKBP kita sangat mengharapkan agar suksesi kepemimpinan HKBP tahun 2012 berlangsung dengan penuh damai serta sejuk sehingga suksesi kepemimpinan di HKBP benar-benar menjadi terang dunia.

Siapa pun yang terpilih menjadi pucuk pimpinan HKBP biarlah sesuai  kehendak Tuhan Yesus Kristus agar HKBP benar-benar menjadi terang, dan garam dunia, tegasnya.

Kita berharap kepada seluruh peserta Sinode Godang HKBP tahun 2012 di Pearaja Tarutung agar tetap mengandalkan Tuhan dalam menentukan pilihan siapa pimpinan HKBP di masa-masa yang akan datang.

Seluruh jemat HKBP di seluruh dunia tentu sangat berharap kesuksesan pelaksanaan Sinode Godang HKBP di Pearaja Tarutung dan siapa pun yang terpilih menjadi pucuk pimpinan HKBP biarlah kehendak Tuhan yang terjadi di dalam gerejanya, ujarnya.

Sinode Godang HKBP adalah perhelatan demokrasi didasari iman percaya maka pelaksanaan Sinode Godang HKBP di Pearaja Tarutung sejak awal hingga akhir harus mampu memancarkan sinar terang ke seluruh penjuru dunia, pintanya. (D01).

 

Sabtu, 08 September 2012

Menilik Iklan Dato' Seri H. Syamsul Arifin, SE


Bagian Kelima (Habis).

Saat butuh dekati sahabat dan rakyat. Kalau tidak butuh ditinggalkan, (lupa diri, lupa berterima kasih).

Salah satu hal penting yang tidak boleh luput dari perhatian rakyat Sumatera Utara pada calon-calon Pilgubsu 2013 adalah munculnya ”sahabat-sahabat palsu” yang hanya mendekati sahabat dan rakyat saat butuh, kalau tidak butuh ditinggalkan.

Hal itu, bisa diketahui melalui pengamatan obyektif komprehensif dari para calon Gubernur Sumatera Utara periode 2013-2018 dengan membuka memori di masa lalu dari calon-calon tersebut.

Seluruh pasangan calon Gubsu 2013 menyatakan diri ”sahabat rakyat”, mendekati, mendatangi dengan sejuta kedermawanan palsu di saat-saat menjelang pemilihan gubernur Sumatera Utara (Pilgubsu) agar rakyat memberikan hak pilih pada pemilihan nanti.

Sahabat seperti itu adalah sahabat palsu yang hanya mendekati sahabat dan rakyat di saat-saat butuh yakni butuh dukungan suara agar bisa memenangi Pilgubsu dan memangku kekuasaan nomor satu di provinsi Sumatera Utara.

Perlu diingat bahwa sahabat palsu adalah saat butuh dekati sahabat dan rakyat, kalau tidak butuh ditinggalkan.

Sahabat palsu akan lupa diri, lupa berterima kasih ketika kekuasaan telah benar-benar berada ditangannya.

Mereka lupa diri, lupa berterima kasih terhadap kebaikan-kebaikan, dukungan  pihak lain terhadap dirinya, dan dengan serta merta membangun tembok pemisah dengan sahabat dan rakyat karena tidak dibutuhkan lagi.

Padahal, Pdt. Halomoan Marpaung, STh, MPSi mengatakan, ”Jadilah menjadi pelupa, tapi hanya untuk 2 (dua) hal saja yakni; Lupakanlah ”Kebaikan” yang kita lakukan kepada orang lain, dan Lupakanlah ”Kesalahan” orang lain kepada kita”.

Orang yang lupa kebaikan yang diberikan kepada orang lain menjadikan seseorang rendah hati, tidak sombong, tidak angkuh karena tidak pernah menghitung-hitung kebaikannya terhadap orang lain.

Apa yang mampu diperbuat (kebaikan-red) selalu dimaknai merupakan suatu kewajaran serta kewajiban solidaritas kemanusiaan yang harus dilakukan.

Orang yang lupa atas kesalahan orang lain menjadikan seseorang panjang sabar, pemaaf, serta mampu menghargai harkat kemanusiaan sejati.

Sahabat sejati tercermin dari kesahajaan dan konsistensi menjalin hubungan persahabatan abadi yang bukan saja dibutuhkan saat-saat butuh, tetapi ketika tidak dibutuhkan ditinggalkan.

Oleh sebab itu, untuk mengetahui apakah calon-calon Gubernur Sumatera Utara 2013-2018 benar-benar sahabat rakyat maka perlu dilacak dari masa lalu calon bersangkutan.

Sebab, Stephen P. Robbins, Ph.D mengatakan, “Prediktor terbaik perilaku seseorang di masa depan ialah perilakunya di masa lalu”.

Artinya, bila seorang Cagubsu di masa lalu tidak pernah peduli dengan sahabat dan rakyat sulit dipercaya bila menyatakan diri sahabat rakyat ketika menjelang masa-masa Pilgubsu.

Pernyataan sahabat rakyat patut diduga suatu kamuflase politik ataupun persahabatan palsu saat butuh dekati sahabat dan rakyat, kalau tidak butuh ditinggalkan, (lupa diri, lupa berterima kasih).

Karakter seperti itu adalah karakter oportunis hanya mengenal, membutuhkan  sahabat dan rakyat ketika dibutuhkan mewujudkan kepentingan diri, kelompok maupun golongannya.

Kebaikan palsu, kedermawanan palsu, persahabatan palsu, dan kepedulian palsu akan diobral para calon oportunis untuk menyesatkan kesadaran rakyat menjelang Pilgubsu akan datang, sehingga rakyat harus cerdas, cermat untuk meneliti sahabat-sahabat palsu agar tidak terkecoh dalam menentukan pilihan pada calon Pilgubsu 2013.

Sahabat sejati tidak akan pernah meninggalkan sahabat dan rakyat ketika menderita, tapi mendukung serta mendorong sahabatnya dan rakyat dari penderitaannya melalui pemikiran dan perbuatan tanpa memperhitungkan untung rugi.

Sebab sahabat bukan hanya diperlukan saat butuh, kalau tidak butuh ditinggalkan.

Salah satu faktor menurunnya elektabilitas pemilihan adalah wanprestasi janji-janji kampanye, dimana pada saat-saat kampanye para calon presiden, gubernur,  bupati/walikota menyatakan diri peduli dengan penderitaan rakyat, tetapi ketika calon itu memenangi pemilihan semua janji-janjinya terlupakan.

Malah berubah menjadi ”monster” melalui berbagai peraturan perundang-undangan, peraturan daerah (Perda) yang mencekik leher rakyat.

Perilaku demikian mendorong tumbuhnya kecurigaan atau ketidakpercayaan  rakyat terhadap para calon sekaligus menimbulkan politik transaksional.

Rakyat berkesimpulan semua calon adalah ”pembohong” siapa yang mampu memberi uang itulah yang akan dipilih sebab semuanya sama, hanya membutuhkan rakyat pada saat pemilihan, ketika pemilihan usai rakyat ditinggalkan.

Pandangan seperti itu harus segera diluruskan melalui pengamatan, penilaian, serta penjajakan masa lalu para calon secara obyektif komprehensif.

Penutup.

Pesan moral iklan Dato’ Seri H. Syamsul Arifin Silaban, SE merupakan suara  ”nabiah” yang perlu dicamkan dan diperhatikan seluruh rakyat Sumatera Utara dalam pesta demokrasi suksesi Gubernur Sumatera Utara periode 2013-2018.

Rakyat Sumatera Utara harus mampu melepaskan diri dari subyektivitas agar mampu menerima dan memahami pesan moral Dato’ Seri H. Syamsul Arifin Silaban, SE sebagai gubernur non aktif akibat tersandung kasus hukum sewaktu menjadi Bupati Langkat.

Sebagai gubernur aktif selama ± 2 tahun memimpin Sumatera Utara dan memantau jarak jauh (dari penjara-red) perjalanan provinsi Sumatera Utara tentu memiliki penilaian tersendiri tentang Cagubsu 2013-2018 akan datang.

Penilaian Dato’ Seri H. Syamsul Arifin Silaban, SE harus pula dilihat dari sudut positif agar pesan moral “suara nabiah” melalui iklan Hari Ulang Tahun (HUT) kemerdekaan RI ke 67 sekaligus himbauan mempererat persatuan dan kesatuan di Provinsi Sumatera Utara dalam pelaksanaan pemilihan pemimpin di Sumatera Utara.

Sebagai gubernur non aktif Dato’ Seri H. Syamsul Arifin Silaban, SE memesankan Pilihlah Pemimpin yang :

  1. Orang yang taat kepada agama.
  2. Orang yang tidak serakah.
  3. Orang yang tidak sombong.
  4. Orang yang tidak munafik. Saat butuh dekati sahabat dan rakyat. Kalau tidak butuh ditinggalkan, (lupa diri, lupa berterima kasih).

Pesan moral itu merupakan himbauan sekaligus peringatan kepada seluruh rakyat Sumatera Utara agar tidak salah pilih terhadap calon-calon yang bertebaran saat ini.

Semua calon gubernur Sumatera Utara (Cagubsu) 2013-2018 menyatakan diri sahabat rakyat, tatapi rakyat harus cerdas dan cermat melihat mana sahabat sejati, mana pula sahabat palsu.

Sahabat sejati tidak akan pernah meninggalkan sahabatnya ketika menderita.

Sedangkan sahabat palsu, saat butuh dekati sahabat dan rakyat, kalau tidak butuh ditinggalkan, (lupa diri, lupa berterima kasih).

Himbauan sekaligus peringatan ini merupakan hal sangat penting sehingga rakyat Sumatera Utara memperhatikan dengan seksama dalam menentukan pilihan pada pemilihan gubernur Sumatera Utara (Pilgubsu) 2013.

Medan, 25 Agustus 2012

Thomson Hutasoit.

Penulis: penulis buku Meneropong serta Mengamati Visi-Misi Gubernur Sumatera Utara H. Syamsul Arifin Silaban, SE ’ Rakyat Tidak Lapar, Rakyat Tidak Bodoh, Rakyat Tidak Sakit, dan Punya Masa Depan’, tinggal di Medan.    

   



    







Jumat, 07 September 2012

Menilik Iklan Dato' Seri H. Syamsul Arifin, SE


Bagian Keempat.

Orang yang tidak munafik.

Salah satu penyakit manusia paling berbahaya adalah mengidap sifat munafik.

Sebab menurut KBBI (2007) Munafik adalah berpura-pura percaya atau setia dan sebagainya kepada agama dan sebagainya, tetapi sebenarnya di hatinya tidak; suka (selalu) mengatakan sesuatu yang tidak sesuai dengan perbuatannya; bermuka dua.

Degradasi karakter moral paling mengkhawatirkan era belakangan ini adalah ketidaksejajaran antara perkataan dengan perbuatan atau perlakuan alias munafik.

Seseorang bisa berbicara sangat religius akan tetapi tindak-tanduknya sangat bejat dan menjijikkan serta biadab.

Dalam tatanan kata-kata atau kalimat semua orang sangat membenci tindak pidana korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) tetapi sangat sulit menemukan orang yang benar-benar bersih dari tindakan-tindakan tercela serta melanggar hukum.

Bila diperhatikan dengan cermat bahwa bangsa ini sangat malu bila disebut tidak beragama tetapi keberagamaan belum secara nyata membuat orang malu melakukan tidakan tercela, korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) serta penyelewengan amanah.

Bahkan sangat memprihatinkan sekaligus memalukan hampir di seluruh lini kehidupan berbangsa dan bernegara tindakan-tindakan sangat bertentangan dengan ajaran religius kerap dilakukan tanpa urat malu.

Sifat munafik atau keberpura-puraan yang dibungkus dengan berbagai kemahiran menggunakan kaidah-kaidah religius menjadikan seseorang bermuka ”malaikat” berjiwa ”setan” menabur angin menuai badai.

Seseorang pemimpin memiliki sifat munafik akan mendatangkan malapetaka terhadap rakyat yang dipimpinnya sebab seluruh kata-kata terlontar dari mulutnya hanyalah kepalsuan walau dilontarkan ala ”nabiah”.

Orang munafik selalu bermuka dua yakni lain perkataan dengan perbuatan atau perlakuan sehingga muncul pameo ”muka nabi pikiran kotor”.

Akibatnya, kepercayaan terhadap pemimpin menjadi suatu kemustahilan.

Padahal esensi kepemimpinan adalah kepercayaan sebab mustahil memimpin orang yang tidak memercayai.

Stephen P. Robbins, Ph.D (2009) seorang pemimpin harus mampu membangun hubungan saling memercayai, antara lain:

  1. Bersikap terbuka; Ketidakpercayaan berasal dari apa yang orang tidak ketahui dan dari apa yang mereka ketahui, sama banyaknya. Jagalah agar orang-orang tetap memperoleh informasi, buatlah kriteria dengan sangat gamblang mengenai bagaimana keputusan dibuat, jelaskan alasan yang mendasari keputusan, bersikaplah terus terang mengenai berbagai persoalan, dan bukalah sepenuhnya informasi yang relevan.
  2. Bersikap adil; Sebelum membuat keputusan atau mengambil tindakan, pertimbangkanlah bagaimana orang lain akan mempersepsikannya dalam pengertian obyektivitas dan keadilan. Berikan penghargaan kepada seseorang yang memang berhak menerimanya, bersikaplah obyektif dan tidak memihak di dalam penilaian kerja, dan berilah perhatian pada persepsi keadilan dalam distribusi penghargaan.
  3. Ungkapkan perasaan Anda; Para menajer yang hanya menyampaikan fakta-fakta keras dianggap dingin dan berjarak. Jika Anda berbagi perasaan, orang lain akan memandang Anda sebagai nyata dan manusiawi.
  4. Katakan kebenaran; Kebenaran adalah bagian inheren dari integritas. Sekali Anda berbohong dan ketahuan, kemampuan Anda untuk memperoleh dan menjaga kepercayaan sangat merosot. Orang-orang pada umumnya lebih toleran terhadap pengetahuan yang mereka ”tidak ingin dengar”daripada mendapati manajer mereka membohongi mereka.
  5. Tunjukkan konsistensi; Orang menginginkan bahwa segala sesuatu dapat diperkirakan (predictable). Ketidakpercayaan muncul karena tidak mengetahui apa yang diharapkan. Biarlah nilai-nilai dan keyakinan-keyakinan inti Anda memandu tindakan-tindakan Anda. Ini meningkatkan konsistensi dan membangun kepercayaan.
  6. Penuhi janji Anda; Kepercayaan mensyaratkan bahwa orang meyakini Anda dapat diandalkan. Jadi, Anda perlu memastikan bahwa Anda memegang kata-kata dan komitmen Anda.
  7. Jaga kerahasiaan; Orang-orang memercayai mereka yang bijaksana dan kepada siapa mereka dapat bersandar. Mereka perlu merasa yakin bahwa Anda tidak akan membicarakan rahasia. Jika orang mempersepsikan Anda sebagai seseorang yang membocorkan rahasia pribadi atau seseorang yang tidak dapat diandalkan, Anda tidak akan dipersepsikan sebagai layak dipercaya.

Tujuh point yang menjadi faktor membangun kepercayaan terhadap seorang pemimpin sebagaimana dikatakan Stephen P. Robbins, Ph.D inilah yang sulit ditemukan dari seseorang yang mengidap penyakit munafik.

Kepalsuan demi kepalsuan, kebohongan demi kebohongan, keberpura-puraan demi keberpura-puraan, dan aneka tindakan bermuka dua lah yang sering dipertontonkan para pemimpin di republik ini.

M.T. Zen mengemukakan, ”krisis moral semacam itu membuat nilai-nilai moral dan etika meluncur bagaikan longsoran salju (lawina) di lereng Pegunungan Alpen. Lawina itulah yang menghancurkan ”dua dunia”, antara right (benar) dan wrong (salah) serta antara good (baik) dan evil (buruk)”(Herry Tjahjono, 2002).

Kemunafikan adalah pembohongan kebenaran dan keadilan, baik  terhadap diri sendiri, orang lain, bahkan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Orang munafik sering membohongi hati nuraninya sendiri.

Konon lagi orang lain bahkan Tuhan Yang Maha Esa yang berada diluar dirinya.

Menurut Akh. Muwafik Saleh, S. Sos, M. Si (2009) ciri perilaku pembohong, antara lain:

  1. Saat seseorang berbohong, akan tampak dalam bahasa tubuhnya.
  2. Hati dan perasaannya akan selalu dihantui kegelisahan dan ketakutan.
  3. Kebohongan 1+1 = keterusan.

Menipu, berbohong, dan berdusta pada orang lain sesungguhnya adalah penipuan terhadap diri sendiri.

Memang, seseorang yang berbohong, seolah-olah, kebohongan itu untuk orang lain.

Padahal, dia telah membohongi dirinya sendiri, meskipun secara fitrah, dirinya tidak bisa menerima kenyataan tersebut.
(bersambung)






Rabu, 05 September 2012

Menilik Iklan Dato' Seri H. Syamsul Arifin, SE


Bagian Ketiga.

Orang yang tidak sombong.    

Salah satu karakter manusia paling buruk adalah sombong.

Dari berbagai rekam jejak kejatuhan para pemimpin di atas planet bumi bahwa  kejatuhan seorang pemimpin selalu diawali dengan kesombongan.

Menurut KBBI (2007) sombong adalah menghargai diri secara berlebihan; congkak; pongah: tabiatnya agak aneh.

Bila seseorang telah diselimuti kesombongan maka akan terpancar sifat keangkuhan, kecongkakan, takabur, membanggakan diri, membual dan lain sebagainya.

Padahal Allah SAW sangat melarang perilaku sombong dan amat murka pada para pelakunya.

Larangan bersikap sombong dijelaskan Allah SAW dalam firman-Nya:

”Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh.

Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri” (Q.S. Luqman:18).

” Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung” (Q.S. Al-Israa’:37).

” Adapun orang-orang yang beriman dan berbuat amal saleh, maka Allah akan menyempurnakan pahala mereka dan menambah untuk mereka sebagian dari karunia-Nya.

Adapun orang-orang yang enggan dan menyombongka diri, maka Allah akan menyiksa mereka dengan siksaan pedih, dan mereka tidak akan memperoleh bagi diri mereka, pelindung dan penolong selain dari Allah” (Q.S. An-Nisaa’:173).

” Maka, masukilah pintu-pintu neraka Jahanam, kamu kekal di dalamnya. Maka, amat buruklah tempat orang-orang yang menyombongkan diri itu” (Q.S. An-Nahl:29) (Akh. Muwafik Saleh, S. Sos, M.Si, 2009).

Sebagai pemimpin nomor 1 (satu) di provinsi seorang gubernur tentu tidak boleh memiliki sifat sombong agar mampu menyerap denyut, detak penderitaan rakyatnya.

Seorang gubernur tidak boleh menjadikan diri menara gading terhadap rakyat.
Jabatan gubernur tidak boleh diartikan kekuasaan an sich tetapi jabatan puncak pengabdian diri terhadap seluruh rakyat daerah sekaligus bapak rakyat yang mampu melindungi dan mengayomi tanpa kecuali.

Tetapi dikala kesombongan telah menguasai hati dan pikiran maka tali hubungan persaudaraan akan terputus sebab gubernur telah mengubah habitatnya menjadi kasta tertinggi dari rakyat yang dipimpinnya.

Padahal, ketika masa-masa pencalonan, kampanye memelas dukungan dan hak pilih rakyat tanpa membedakan tingkat intelektualitas, strata sosial, suku, agama, ras, antar golongan/SARA maupun asal-usul.

Bahkan melakukan politik transaksional seperti; bagi-bagi uang, sembako, pengobatan gratis, bantuan-bantuan sosial maupun janji-janji serta komitmen politik lainnya seolah-olah sinterklas atau dewa penolong.  

Pemberian aneka bantuan sosial tidak mustahil pula berasal dari dana-dana anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) ataupun dari dana lain hasil penyelewengan jabatan yang dilarang peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Orang yang sombong sangat gemar dengan aneka protokoler serta berbagai pengawalan pribadi super ketat untuk memisahkan dirinya dengan rakyat yang dipimpinnya.

Bahkan tidak mustahil pula aneka protokoler itu telah menimbulkan berbagai kerugian serta kekecewaan publik.

Dan yang tidak masuk akal, ketika terjadi suatu bencana urusan protokoler pejabat lebih diutamakan daripada upaya penanggulangan atau pemulihan dampak bencana sehingga keberadaan pejabat publik terkesan amat sangat politis dan penciteraan belaka.  

Sementara orang yang tidak sombong tidak menginginkan dan menggandrungi hal demikian sebab dirinya tidak pernah suka terpisah dengan rakyat yang dipimpinnya.

Misalnya, Presiden RI pertama Ir. Soekarno yang lebih populer dengan sebutan Bung Karno, Presiden RI keempat KH. Abdurrahman Wahid  atau Gus Dur, Sri Sultan Hamengku Buwono X, Gubernur Sumatera Utara EWP Tambunan, Joko Widodo (Jakowi) dan lain-lain.

Mereka-mereka ini adalah pemimpin yang tidak sombong sekalipun tampuk kekuasaan berada di tangannya sebab mereka mengabdikan diri demi rakyat dan bangsanya dengan penuh kesederhanaan, kesahajaan dalam pengabdian.

Karena itulah Pdt. Halomoan Marpaung, STh, MPSi mengatakan, Kecewa itu ”biasa”, tapi tetap memberkati meski dikecewakan, itu ”luar biasa” (Mat 5:44).

Memaafkan itu ”biasa”, tapi memaafkan meskipun disakiti berkali-kali, itu ”luar biasa” (Mat 5:40).

Bersyukur itu ”biasa”, tapi bersyukur ketika tidak punya apa-apa ”luar biasa” (2 Kor 2:14).

Marilah menjadi orang yang ”biasa-biasa” tapi memiliki sikap & karakter yang ”luar biasa”.

Orang yang tidak sombong selalu memosisikan diri ”biasa-biasa” saja tapi selalu berusaha untuk melakukan hal-hal terbaik dari dirinya sehingga seluruh pikiran dan tindakannya menjadi sangat ”luar biasa”.

Di dalam kesederhanaan dan kerendahan hati para tokoh-tokoh kesohor dunia telah mengukir sejarah yang tidak pernah lapuk di telan zaman.

Kesombongan mendatangkan kebencian, ketidaksenangan dari manusia lain serta kemurkaan dari Tuhan Yang Maha Esa.

Tetapi kerendahan hati mengundang simpati, empati dari pihak lain serta berkat dan anugerah dari Tuhan Yang Maha Kuasa.

Orang sombong gemar dengan pujian, sanjungan, dan penghargaan, sementara orang rendah hati pujian, sanjungan, dan penghargaan dijadikan alat instropeksi diri.

Orang sombong selalu menganggap dirinya paling pintar, paling tahu, paling hebat sehingga segala bentuk kritik dan saran dianggap tidak berguna sama sekali.

Orang sombong memilih dan memilah siapa jadi teman, kawan, dan sahabat karena dirinya silau dengan aneka kemewahan dan kemegahan serta kekuasaan.

Akh. Muwafik Saleh, S.Sos, M.Si dalam bukunya ” Bekerja dengan Hati Nurani” mengatakan, ”Sombong adalah makhluk kecil berpura-pura besar”.

Mereka mengobral kelebihan yang melekat pada dirinya dan selalu mengedepankan keakuannya.

Bahkan, di antara mereka cenderung meremehkan harkat martabat orang lain.

Tidakkah mereka sadar bahwa sesungguhnya mereka sedang dihinggapi penyakit mematikan, yaitu sombong ?

Ciri sifat sombong antara lain:

  1. Suka meremehkan orang lain.
  2. Egois dan angkuh (akuisme).
  3. Menolak kebenaran.
  4. Memilih-milih dalam bergaul.
  5. Suka membanggakan diri dan keturunan.
  6. Gila hormat dan suka dikedepankan.
  7. Jalannya dibuat-buat supaya tampak indah dan gagah.

Rasulullah SAW, juga bersabda dalam beberapa hadisnya tentang larangan sikap sombong ini, antara lain:

”Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya ada sifat sombong walaupun hanya sebesar atom.

Ada seorang laki-laki berkata: ”Sesungguhnya seseorang itu suka memakai pakaian yang bagus dan sandal/sepatu yang bagus pula”.

Beliau bersabda:”Sesungguhnya Allah itu indah, suka pada keindahan. Sombong itu menolak kebenaran dan merendahkan sesama manusia”. (HR. Muslim).
(Akh. Muwafik Saleh, S. Sos, M.Si, 2009).
(Bersambung)

Selasa, 04 September 2012

Menilik Iklan Dato' Seri H. Syamsul Arifin, SE


Bagian Kedua.
Orang yang tidak serakah.

Menurut KBBI (2007) serakah adalah selalu hendak memiliki lebih dari yang dimiliki; loba; tamak; rakus: meskipun sudah kaya, ia masih serakah juga hendak mengangkangi harta saudaranya.

Orang yang tidak serakah berarti orang yang tidak selalu hendak memiliki lebih dari yang dimiliki, loba, tamak, rakus, serta tidak mengangkangi harta saudaranya.

Salah satu faktor yang mendorong seseorang melakukan penyelewengan jabatan maupun tindak pidana korupsi adalah keserakahan, kelobaan, ketamakan, kerakusan, serta keinginan mengangkangi harta saudaranya.

Untuk memenuhi hasrat keserakahan, kelobaan, ketamakan, kerakusan maka seseorang menghalalkan segala cara sekalipun telah melanggar sumpah/janji jabatan.

Bila jiwa seseorang telah diselimuti keserakahan, kelobaan, ketamakan, serta kerakusan maka dia tak pernah merasa puas atas apa yang diterimanya, konon lagi mengucap syukur kepada Tuhan menjadi suatu kemustahilan.

Sebab, manusia-manusia serakah, loba, tamak, dan rakus tidak pernah terpuaskan hasrat birahinya serta tidak pernah peduli dengan penderitaan orang lain.

Orang yang serakah, loba, tamak, dan rakus tidak mengenal batas kepatutan dalam berpikir dan bertindak sehingga seluruh tindakannya terkesan tanpa batas sepanjang menguntungkan kepada dirinya.

Segala sesuatu yang dikerjakan harus menguntungkan dirinya sementara nasib dan penderitaan pihak lain terluput dari pikiran dan perhatiaannya.

Dengan cara apapun untuk merealisasi keserakahan, ketamakan, kelobaan, dan kerakusan dilakakukan, baik melalui cara-cara halus maupun kasar.

Misalnya, mengkhianati amanah maupun kepercayaan yang diserahkan pada dirinya.

Sehingga amat bijaksana pesan iklan Dato’ Seri H. Syamsul Arifin Silaban, SE agar pada pemilihan Gubernur Sumatera Utara 2013 memilih orang yang tidak serakah.

Orang serakah, tamak, loba, dan rakus selalu disilaukan harta kekayaan serta  kekuasaan dan demi kekuasaan itu selalu melancarkan taktik dan strategi licik untuk menggapainya.

Sementara orang yang tidak serakah selalu berikhtiar, beraksioma mengabdikan dirinya demi kebahagiaan rakyat banyak sehingga jabatan atau kekuasaan yang dipercayakan pada dirinya selalu dimaknai sebuah amanah yang harus dijaga dan dipelihara dengan baik dan benar.

Beberapa pebisnis besar dunia yang meraih sukses sebagai pemimpin sekaligus spiritual leader :

    *     Soichiro Honda.
Soichiro Honda memimpin 43 perusahaan di 28 negara. Namun, pebisnis yang hobi melukis di atas kain sutera ini tinggal di rumah yang sangat sederhana. Ia tidak memiliki harta pribadi dan tidak mewariskan harta kepada anak-anaknya, kecuali ilmu tentang bagaimana hidup mandiri di dunia bisnis. Tak ada yang dicari Soichiro, selain kebahagiaan dan ketenangan hidup.
*     Kyoto Ceramics.
      Kyoto Ceramics adalah sebuah perusahaan di Jepang yang memproduksi semacam 
      silikon, keramik untuk komputer. Omsetnya US$ 400 juta, laba bersih setrelah dipotong 
      pajak 12%. Uniknya, cara hidup mereka sederhana dan memandang rendah  
      kemewahan.
*    Bill ”Microsoft” Gate.
Pemilik korporasi komputer terbesar dunia, Microsoft. Bill Gates juga termasuk orang terkaya di dunia. Sebanyak 40% penghasilan bersihnya dibagikan untuk kemanusiaan.
*    Konosuke Matsushita.
Konosuke Matsushita adalah pemilik dan pendiri perusahaan elektronik besar dunia. Salah satu produksinya adalah Toshiba. Ia memiliki karyawan yang jumlahnya luar biasa. Di seluruh dunia, perusahaannya berkembang begitu pesat. Tetapi, tak ada yang mengira bahwa hanyalah lulusan kelas 6 SD. Misi hidupnya sangat sederhana; life is not only for bread (hidup bukan hanya untuk sekerat roti).

Kesadaran sosial (social awareness) meliputi empati (emphaty), orientasi pelayanan (service orientation), mengembangkan orang lain (developing others), kemampuan mengatasi keragaman (laveraging diversity), dan kesadaran politis (political awareness).

Kecerdasan spiritual dipercaya mampu mengantarkan manusia pada ketenangan dan kesadaran diri yang tinggi saat melakukan serangkaian aktivitas spiritual. (Akh. Muwafik Saleh, S.Sos, M.Si, 2009).
    
Salah satu penyebab keserakahan, ketamakan, kelobaan, dan kerakusan adalah ketika nafsu kebutuhan kepentingan diri belum selesai.

Segala kesempatan akan digunakan untuk memenuhi atau mewujudkan nafsu kebutuhan kepentingan diri sehingga sulit diharapkan sebuah amanah menjadi ladang pengabdian.

Malah  amanah itu akan dijadikan instrumen mewujudkan atau memuaskan nafsu keserakahan, ketamakan, kelobaan, dan kerakusan dengan menghalalkan segala cara.

Bila calon Gubernur Simatera Utara periode 2013-2018 memiliki sifat serakah maka dia akan menyalahgunakan jabatan dan kewenangannya membangun istana kezoliman serta imperium kapital melalui penyelewengan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) ataupun transaksi jual-beli jabatan untuk menggaruk keuntungan pribadi, kelompok maupun golongan.

Berbagai upaya seperti korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), kamuflase politik untuk meningkatkan citra diri, penyesatan logika, pembohongan publik, pembelokan kebenaran dan keadilan, serta pelanggaran sumpah/janji jabatan dianggap hal yang biasa-biasa saja sebab hati dan pikirannya diselimuti keserakahan, ketamakan, kelobaan dan kerakusan.

Sebab orang yang serakah tidak tahu membedakan mana yang baik mana yang buruk serta nir-urat malu atas seluruh tindak tanduknya.
(Bersambung)




Senin, 03 September 2012

Menilik Iklan Dato' Seri H. Syamsul Arifin, SE


Oleh : Thomson Hutasoit
Direktur eksekutif LSM Kajian Transparansi Kinerja Instansi Publik (ATRAKTIP)

Bagian Pertama.


Pendahuluan.

Dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan Republik Indonesia ke 67 (17 Agustus 2012-red) Gubernur Sumatera Utara non aktif H. Syamsul Arifin, SE penyandang gelar Dato’ Seri membuat Iklan di Harian SIB (16/8/2012) dengan kalimat,

”Bangsa ini diperjuangkan oleh para pejuang dengan persatuan, kesatuan dan bambu runcing. Sebentar lagi kita akan melakukan pemilihan di Sumatera Utara. Pilihlah pemimpin yang:
  1. Orang yang taat kepada agama.
  2. Orang yang tidak serakah.
  3. Orang yang tidak sombong.
  4. Orang yang tidak munafik. Saat butuh dekati sahabat dan rakyat. Kalau tidak butuh ditinggalkan, (lupa diri, lupa berterima kasih).

Maka marilah kita mengikuti jejak pejuang terdahulu. Modalnya persatuan dan kesatuan serta keikhlasan.

Merdeka. Merdeka. Merdeka.

Wassalam,

Dato’ Seri H. Syamsul Arifin, SE

Dato’ Seri H. Syamsul Arifin, SE yang juga menyandang Marga Silaban sehingga selengkapnya Dato’ Seri H. Syamsul Arifin Silaban, SE  pada pemilihan gubernur Sumatera Utara (Pilgubsu) 2008 berpasangan dengan H. Gatot Pujo Nugroho, ST dengan ikon ”Syampurno”.

Pasangan calon Gubsu Syampurno ketika itu menawarkan visi-misi ”Rakyat Tidak Lapar, Rakyat Tidak Bodoh, Rakyat Tidak Sakit, dan Punya Masa Depan”.

Pasangan calon Gubsu ini berhasil memenangi Pilgubsu 2008 untuk memimpin Provinsi Sumatera Utara periode 2008-2013.

Konsep besar Dato’ Seri H. Syamsul Arifin Silaban, SE membangun  Sumatera Utara mewujudkan ”Rakyat Tidak Lapar, Rakyat Tidak Bodoh, Rakyat Tidak Sakit, dan Punya Masa Depan”  terhenti ditengah jalan akibat tersandung masalah hukum ketika memangku jabatan Bupati Langkat.

Dato’ Seri H. Syamsul Arifin Silaban, SE memimpin Sumatera Utara ± 2 (dua) tahun kemudian dilanjutkan H. Pujo Nugroho, ST sebagai pelaksana tugas (Plt) Gubernur Sumatera Utara periode 2008-2013.

Dalam perjalanan estafet kepemimpinan Provinsi Sumatera Utara pasca non aktif Dato’ Seri H. Syamsul Arifin Silaban, SE tidak pernah luput melihat dan mengamati secara komprehensif setiap perkembangan yang terjadi di daerah Sumatera Utara, termasuk proses suksesi Gubernur Sumatera Utara periode 2013-2018 akan datang.

Sebagai Gubernur Sumatera Utara non aktif tentu sangat menarik menilik makna pesan Iklan Dato’ Seri H. Syamsul Arifin Silaban, SE dalam memilih pemimpin (Gubernur-red) Sumatera Utara periode 2013-2018 agar daerah ini tidak kehilangan tongkat kedua kalinya.

Tanpa interest subyektif makna pesan iklan tersebut sangat menarik untuk dielaborasi lebih mendalam dan lebih luas sebab makna pesan iklan Dato’ Seri H. Syamsul Arifin Silaban, SE mengandung makna paling dasar membangun persatuan, kesatuan serta kebangsaan dan keindonesiaan di provinsi Sumatera Utara.

Sebab kekeliruan serta kesalahan menentukan calon Gubernur Sumatera Utara periode 2013-2018 akan berakibat fatal terhadap perjalanan penyelenggaraan pemerintahan daerah Sumatera Utara lima tahun ke depan.

Orang yang taat kepada agama.

Orang yang taat kepada agama adalah setiap orang yang melakukan agamanya dengan baik dan benar.

Tanda-tanda orang yang taat kepada agama adalah melaksanakan perintah-perintahNya serta menghindari larangan-laranganNya.

Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat (FKDM) Provinsi Sumatera Utara (2011) dalam buku ”Kita jangan melakukan kesalahan yang sama untuk ketiga kalinya dalam berbangsa dan bernegara” menyatakan ”Tanda-tanda masyarakat beriman/bertaqwa tinggi, antara lain:

  1. Masyarakat amanah.
  2. Setiap tugas dilaksanakan dengan baik dan benar.
  3. Dalam bathinnya selalu bersemayam hari esok harus lebih baik.

Orang yang taat kepada agama tentu mengetahui serta memahami tujuan hakiki agama dengan paripurna terhadap kehidupan umat manusia di atas bumi.

Pada Sarasehan Nasional Pembinaan Mental Rohani, Kabintal/Paroh Kotama Balakpus, dan Tokoh Masyarakat Sumatera Utara  28 Maret 2012 di Ruang Martabe kantor Gubernur Sumatera Utara, Franz Magnis Suseno Sj mengatakan ”Kaum agamawan harus belajar empat kelakuan dan dua sikap hati”.

Empat kelakuan adalah:

1.        Berhenti bicara jelek tentang agama/aliran/keyakinan lain. Mengritik, menyatakan apa yang tidak dapat diterima dari agama lain tentang boleh.
Tetapi menjelek-jelekkan agama lain menunjukkan kurang hormat terhadap Allah yang mengizinkan agama-agama itu ada. Kami para agamawan harus selalu bicara dengan cara yang dapat didengar dari orang dari agama yang dibicarakan. Yang boleh ditolak: kalu suatu agama/keyakinan membenarkan sesuatu yang bertentangan dengan moralitas wajar.
2.        Belajar membangun dua kemampuan hati: Meyakini kebenaran agamanya sendiri, tetapi sekaligus menghormati keyakinan-keyakinan lain.
3.        Berhenti membangun sekat-sekat pemisah antar umat beragama.
4.        Kalau hubungan sudah baik, maka dalam dialog antar agama perlu diangkat/dibicarakan bukan hanya ”ayat-ayat baik” (inklusif), melainkan juga, kalau ada ”ayat-ayat keras” (eksklusif), sambil menjelaskannya.


Dua sikap hati yang perlu dipelajari. Bicara tentang agama hanya credible apabila agamawan menunjukkan dua sikap itu.

Pertama, kerendahan hati. Orang yang bicara atas nama Allah dengan nada tahu semuanya, arogan, keras, penuh penilaian rendah terhadap mereka yang berbeda paham atau ibadatnya dengan demikian justru membuktikan bahwa ia tidak tahu tentang Allah.

Orang yang tahu tentang Allah mesti rendah hati karena ia mesti sadar betapa ia tidak memadai kalau dibandingkan dengan Allah.

Allah memang memiliki kepunahan dalam segala-galanya, tetapi manusia justru dalam segala-galanya terbatas, dengan pengetahuan dan pengertian yang terpatah-patah.

Karena itu ia harus rendah hati.

Ia tahu bahwa sebenarnya ia tidak tahu.

Bicara atas nama Allah hanya benar apabila orangnya rendah hati.

Kedua, agamawan harus bersikap hormat terhadap kebebasan orang lain.
Agamawan yang tidak menghormati keyakinan orang lain – bukan berarti: mengakuinya sebagai benar – tidak tahu tentang Allah sama sekali.

Kalau Allah mengizinkan sekian agama ada di dunia, masak ada manusia berani untuk mengutuknya.

Dalam agama tidak boleh ada paksaan.

Yang berhak memaksa adalah semata-mata Sang Pencipta sendiri.

Kalau Sang Pencipta mengizinkan pelbagai keyakinan religius dianut oleh manusia, manusia tidak boleh memaksakan keyakinan yang dimilikinya.

Itu berarti bahwa penyebaran agama harus dengan nir-paksa, dan itu juga berarti dengan nir-manipulasi, nir-pembujukan, nir-tekanan.

Bicara tentang agama harus meyakinkan, bukan manipulatif atau memaksa.

Dan di pihak lain tidak ada agamawan berhak menentukan orang lain mau melarang orang percaya maupun beribadat menurut keyakinannya sendiri.

Itu juga berlaku bagi ajaran sesat.

Apa Anda punya Roh Ilahi ?

Serahkan kesesatan itu kepada Allah.

Pemahaman paripurna tentang eksistensi diri sebagai hasil karya Tuhan Yang Maha Esa sama seperti manusia lainnya merupakan tanda-tanda Orang yang taat kepada agamanya karena tidak ada satu agama yang benar mengajarkan penyengsaraan terhadap manusia ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.

Demikian juga dengan pemimpin harus mampu mendatangkan kebahagiaan terhadap seluruh rakyat yang dipimpinnya tanpa kecuali.

Gubernur Sumatera Utara adalah pemimpin seluruh rakyat Sumatera Utara sehingga calon Gubernur Sumatera Utara periode 2013-2018 harus lah Orang yang taat kepada agamanya dengan baik dan benar agar mampu menghadirkan kebahagiaan bagi seluruh rakyat Sumatera Utara tanpa kecuali.

Calon Gubernur Sumatera Utara periode 2013-2018 harus benar-benar memiliki empat kelakuan dan dua sikap hati sebagaimana disebutkan Franz Magnis Suseno SJ sehingga mampu menempatkan diri sebagai pemimpin yang menghargai pluralisme rakyat Sumatera Utara.

Gubernur Sumatera Utara bukan hanya dari, oleh,untuk kelompok atau golongan tertentu tetapi dari, oleh, untuk seluruh rakyat Sumatera Utara.

Karena itu, pesan iklan Dato’ Seri H. Syamsul Arifin Silaban, SE merupakan pesan moral dari ”Sahabat seluruh rakyat” yang pantas dijadikan landasan berpikir dan bertindak dalam memilih calon gubernur 2013 akan datang.

Sebab, Sayyidina Ali ra dalam sepuluh falsafahnya yang begitu indah mengungkapkan, yaitu:

Dosa terbesar adalah takut,
modal terbesar adalah percaya diri,
kesalahan terbesar adalah putus asa,
keberanian terbesar adalah sabar,
kebanggaan terbesar adalah kepercayaan,
keuntungan terbesar adalah anak yang saleh,
rahasia paling berarti adalah mati,
guru terbaik adalah pengalaman,
rekreasi terbesar adalah bekerja, dan
pemberian terbaik adalah partisipasi.
(Akh. Muwafik Saleh, S.Sos, M.Si, 2009).
(Bersambung)